Parikan dan Cangkriman
Selain terkenal dengan tata karma, sopan santun, dan lemah lembutnya, Jawa* juga terkenal dengan beraneka ragam sastranya. Parikan dan cangkriman adalah beberapa contohnya. Namun seiring dengan berkembangnya budaya kehidupan, masuknya budaya-budaya baru, budaya-budaya lama sudah banyak terlupakan. Banyak generasi muda yang lebih memilih untuk mendalami bahasa asing daripada bahasa “ibu”*-nya sendiri. Untuk itu, penulis mencoba sedikit berbagi pengetahuan tentang budaya asli (khususnya sastra) Jawa.
Ada banyak jenis sastra yang berasal dari Jawa. Tetapi dalam bahasan kali ini akan dibahas tentang Parikan dan Cangkriman.
1. Parikan
Parikan adalah sejenis pantun bila dipadankan dengan budaya Indonesia. Seperti pantun yang sarat akan makna dan petuah, Parikan juga mengajarkan pesan moral yang tinggi. Walaupun banyak juga Parikan yang isinya seperti pantun jenaka, tetapi sebenarnya banyak makna yang tersirat. Susunan kebahasaan juga mirip, ada pambuko (sampiran) dan juga isi. Parikan biasanya digunakan untuk penghibur hati, bahan bercanda, ataupun penyampaian pesan moral orang tua kepada anaknya.
Beberapa contoh Parikan yaitu :
a. Wedang bubuk, gula jawa à Yen kepethuk, ati lega
Artinya : (minum) kopi pakai gula jawa, kalau bertemu hati terasa lega.
Mungkin banyak orang (walau bukan orang Jawa) sering mendengar kalimat ini. Parikan yang seperti ini, dari isinya terlihat kalau parikan tersebut menggambarkan seseorang yang sedang jatuh cinta. Walau hanya bertemu dan tidak saling sapa tapi hati sudah terasa senang.
b. Manuk Emprit, menclok godhong tebu à dadi murid, sing sregep sinau.
Artinya : burung kutilang, bertengger di daun tebu, jadi murid yang rajin belajar
Ini adalah salah satu parikan yang digunakan untuk memberi nasihat kepada anak-anak agar mereka menjadi rajin belajar.
c. Esuk nyuling, sore nyuling, sulingane arek Surabaya à esuk eling, sore eling, seng dieling ra rumangsa
Artinya : Pagi bermain seruling, sore bermain seruling, bermain seruling cara anak Surabaya, pagi ingat, sore ingat, orang yang diingat tidak merasa
Layaknya seseorang yang sedang kasmaran tetapi bertepuk sebelah tangan.
2. Cangkriman
Cangkriman adalah tebak-tebakan dalam bahasa Jawa. Mirip dengan permainan teka-teki. Cangkriman digunakan untuk mendidik anak-anak agar pola mempunyai pola berpikir yang kritis. Biasanya cangkriman digunakan orang tua untuk bercanda dengan anaknya disela-sela waktu senggang atau waktu istirahat.
Beberapa contoh cangkriman yaitu :
a. Sega sakepel dirubung tinggi, opo? (Nasi satu kepal disusun tinggi)
Mungkin orang akan bingung untuk menjawab pertanyaan seperti itu, tetapi sebenarnya dalam cangkriman, jawaban yang perlu dicari adalah banyaknya persamaan dengan benda yang lain. Tetapi persamaan itu adalah persamaan yang unik dan mencolok.
Dan jawaban dari cangkriman di atas adalah “buah salak”.
Mengapa??? Dikarenakan, nasi yang disusun tinggi maka akan berbentuk seperti buah salah yang dibalik. Sama-sama berbentuk kerucut bagian atasnya. Hal inilah yang bisa menjadi sarana mengajar anak-anak karena mereka diajak berpikir tetapi dengan sesuatu yang menyenangkan.
b. Pitik walik saba kebon, opo? (Ayam dibalik mirip kebun besar)
Jawabannya adalah “buah nanas”, kenapa??? Karena buah nanas memiliki banyak persamaan dengan ayam yaitu bagian kulit dan ekornya. Daun-daun yang ada pada buah nanas mirip dengan ekor ayam sedangkan kulit nanas diumpamaan dengan bulu-bulu ayam.
Catatan :
Jawa : yang dimaksud adalah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
bahasa “ibu” : bahasa asli daerahnya
Semoga sedikit berbagi pengetahuan di atas bisa bermanfaat.
Mohon maaf bila banyak kesalahan karena keterbatasan penulis. Kritik dan saran sangat penulis harapkan. Kritik dan saran bisa langsung di komentar atau bisa juga lewat e-mail di alamat pangeransodik13@gmail.com