7 Agustus 2012

0 Sinopsis dan Download Mahabharata


Untuk download ebooknya, silakan klik link dibawah ini


Diceritakan ada dua bersaudara putra seorang maharaja, yaitu Dritarastra dan Pandu. Dritarastra, si putra sulung, terlahir buta. Karena cacat, menurut kepercayaan Hindu ia tidak bisa dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya. Sebagai gantinya, Pandu si putra bungsu dinobatkan menjadi raja. Dritarastra mempunyai 100 putra yang dikenal sebagai Kaurawa, sedangkan Pandu mempunyai lima putra yang dikenal sebagai Pandawa. Kelima Pandawa itu adalah Yudhistira, Bhima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa. Raja Pandu meninggal dalam usia yang masih muda, ketika anak-anaknya belum dewasa. Oleh sebab itu, meskipun buta, Dritarastra diangkat menjadi raja, mewakili putraputra Pandu.

Dritarastra membesarkan anak-anaknya sendiri dan Pandawa, kemenakannya. Ia dibantu Bhisma, paman tirinya. Ketika anak-anak itu sudah cukup besar, Bhisma menyerahkan mereka semua kepada Mahaguru Drona untuk dididik dan diberi ajaran berbagai ilmu pengetahuan dan ilmu keprajuritan yang harus dikuasai putra-putra bangsawan atau kesatria.

Setelah para kesatria itu selesai belajar dan menginjak usia dewasa, Dritarastra menobatkan Yudhistira, Pandawa yang sulung, sebagai raja. Kebijaksanaan dan kebajikan Yudhistira dalam memerintah kerajaan membuat anakanak Dritarastra, terutama Duryodhana putra sulungnya, dengki dan iri hati. Duryodhana bersahabat dengan Karna, anak sais kereta yang sebenarnya putra sulung Kunti, ibu Pandawa, yang terlahir sebelum putri itu menjadi permaisuri Pandu.

Sejak semula Karna selalu memusuhi Arjuna. Permusuhan Karna dengan Pandawa diperuncing karena persekutuannya dengan Sakuni. Kedengkian dan iri hati Kaurawa terhadap Pandawa makin mendalam. Kaurawa menyusun rencana untuk membunuh Pandawa dengan membakar mereka hidup-hidup ketika para sepupu mereka sedang beristirahat dalam istana yang sengaja dibuat dari papan kayu. Pandawa berhasil menyelamatkan diri dan lari ke hutan berkat pesan rahasia Widura kepada Yudhistira, jauh sebelum peristiwa pembakaran terjadi.

Kehidupan yang berat selama mengembara di hutan membuat Pandawa menjadi kesatria-kesatria yang tahan uji dan kuat menghadapi segala marabahaya dan kepahitan hidup. Pada suatu hari, mereka mendengar tentang sayembara yang diadakan oleh Raja Drupada dari Negeri Panchala untuk mencarikan suami bagi Dewi Draupadi, putrinya yang terkenal cantik, bijaksana dan berbudi halus.

Sayembara itu diselenggarakan dengan megah dan meriah. Banyak sekali putra mahkota dari berbagai negeri datang untuk mengadu nasib. Tak satu pun dari para putra mahkota yang semuanya gagah perkasa itu berhasil memenangkan sayembara. Tak satu pun kesatria yang mampu memanah sasaran berupa satu titik kecil di dalam lubang sempit di pusat cakra yang terus-menerus diputar. Arjuna yang saat itu menyamar sebagai brahmana maju ke tengah gelanggang. Semula sayembara itu hanya boleh diikuti oleh golongan kesatria, tetapi karena tidak ada kesatria yang mampu memenangkannya, Raja Drupada mempersilakan para pria dari golongan lain untuk ikut.

Panah Arjuna tepat mengenai sasaran, ia memenangkan sayembara dan berhak mempersunting Draupadi. Pandawa membawa Draupadi menghadap Dewi Kunti, ibu mereka. Sesuai nasihat Dewi Kunti dan sumpah mereka untuk selalu berbagi adil dalam segala hal, Pandawa menjadikan Dewi Draupadi sebagai istri mereka bersama. Munculnya Pandawa di muka umum membuat orang tahu bahwa mereka masih hidup. Dritarastra memanggil mereka pulang dan membagi kerajaan menjadi dua, untuk Kaurawa dan Pandawa. Kaurawa mendapat Hastinapura dan Pandawa mendapat Indraprastha.

Di bawah pemerintahan Yudhistira, Indraprastha menjadi negeri yang makmur sejahtera dan selalu menegakkan keadilan. Duryodhana iri melihat kemakmuran negeri yang diperintah Pandawa. Ia menyusun rencana untuk merebut Indraprastha dengan mengundang Yudhistira bermain dadu. Dalam tradisi kaum kesatria, undangan bermain judi tidak boleh ditolak. Dengan licik Kaurawa membuat Yudhistira terpaksa bermain dadu melawan Sakuni yang tak segan-segan bermain curang hingga Yudhistira tak pernah bisa menang.

Yudhistira kalah dengan mempertaruhkan kekayaannya, istananya, kerajaannya, saudara-saudaranya, bahkan dirinya sendiri. Setelah semua yang bisa dipertaruhkannya habis, Yudhistira yang tak kuasa mengendalikan diri mempertaruhkan Dewi Draupadi, istri Pandawa. Karena kalah berjudi, Yudhistira dan saudara-saudaranya serta Dewi Draupadi diusir dari kerajaan. Mereka diharuskan hidup mengembara di hutan selama 12 tahun, lalu pada tahun ketiga belas harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun.

Setelah 12 tahun hidup dalam pembuangan, Pandawa hidup menyamar di negeri Raja Wirata. Yudhistira menyamar sebagai brahmana dengan nama Jaya atau Kanka, Bhima sebagai juru masak dengan nama Jayanta atau Ballawa atau Walala, Arjuna sebagai guru tari yang seperti wanita dengan nama Wijaya atau Brihanala, Nakula sebagai tukang kuda dengan nama Jayasena atau Granthika atau Dharmagranthi, Sadewa sebagai gembala sapi dengan nama Jayadbala atau Tantripala atau Aistanemi dan Draupadi sebagai dayang-dayang permaisuri raja dengan nama Sairandhri.

Setelah tiga belas tahun mereka jalani dengan penuh penderitaan, Pandawa memutuskan untuk meminta kembali kerajaan mereka. Perundingan dilakukan dengan Kaurawa untuk mendapatkan kembali Indraprastha secara damai. Sayang, perundingan itu gagal karena Duryodhana menolak semua syarat yang diajukan Yudhistira. Kemudian kedua belah pihak berusaha mencari sekutu sebanyak- banyaknya. Raja Wirata dan Krishna menjadi sekutu Pandawa, sedangkan Bhisma, Drona, dan Salya memihak Kaurawa.

Setelah semua usaha mencari jalan damai gagal, perang tidak bisa dihindarkan. Dalam pertempuran di padang Kurukshetra, Arjuna sedih melihat bagaimana sanaksaudaranya tewas di hadapannya. Arjuna ingin tidak berperang. Ia ingin meletakkan senjata. Untuk membangkitkan semangat Arjuna dan mengingatkan dia akan tugasnya sebagai kesatria, Krishna, sebagai pengemudi keretanya, memberi nasihat mengenai tugas dan kewajiban seorang kesatria sesuai panggilan dharma-nya. Percakapan antara Krishna dan Arjuna itu dimuat dalam Bhagavadgita.

Pertempuran dahsyat antara Pandawa dan Kaurawa berlangsung selama delapan belas hari. Darah para pahlawan bangsa Bharata membasahi bumi padang pertempuran. Bhisma, Drona, Salya, Duryodhana dan pahlawanpahlawan besar lainnya, juga balatentara Kaurawa musnah di medan perang itu. Aswatthama, anak Drona, membalas kematian ayahnya dengan masuk ke perkemahan Pandawa di malam hari. Ia membunuh anak-anak Draupadi dan membakar habis perkemahan Pandawa.

Pada akhirnya Pandawa memang menang, tetapi mereka mewarisi janda-janda dan anak-anak yatim piatu karena seluruh balatentara musnah. Aswatthama berusaha memusnahkan Pandawa dengan membunuh bayi dalam kandungan istri Abhimanyu. Berkat kewaspadaan Krishna, bayi itu dapat diselamatkan. Bayi itu lahir dan diberi nama Parikeshit.

Setelah perang berakhir, Yudhistira melangsungkan upacara aswamedha dan ia dinobatkan menjadi raja.
Dritarastra yang sudah tua tidak dapat melupakan anakanaknya yang tewas di medan perang, terutama Duryodhana.Walaupun Dritarastra tinggal bersama Yudhistira dan selalu dilayani dengan sangat baik, namun pertentangan batinnya dengan Bhima tidak dapat dielakkan.

Akhirnya Dritarastra minta diri untuk pergi ke hutan dan bertapa bersama istrinya, Dewi Gandhari. Sesuai janji mereka untuk selalu bersama, Kunti menemani Gandhari pergi ke hutan. Dalam sebuah kebakaran hebat yang terjadi di hutan, mereka musnah dimakan api. Kedukaan yang mendalam atas kematian sanaksaudara mereka dalam perang membuat hati Pandawa tidak bisa tenang. Akhirnya, setelah menyerahkan takhta kerajaan kepada Parikeshit, cucu mereka, Pandawa meninggalkan ibukota dan pergi mendaki Gunung Himalaya. Seekor anjing menyertai mereka. Dalam perjalanan ke puncak Gunung Himalaya, satu per satu Pandawa gugur. Roh mereka segera disambut Indra, Hyang Tunggal di surga.

diambil dari : Buku Mahabharata karangan Nyoman S Pendit

5 Agustus 2012

0 Mujab dan Samir


Mujab dan Samir telah berkelana menggelandangi gurun dan kota untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Namun karena ketidakahlian mereka pada bidang yang sedang dibutuhkan disuatu kota, membuat mereka belum mendapatkan pekerjaan sampai kota terakhir. Dalam perjalanan dari kota tersebut,
Mujab berkata, “Kalau bukan karena kamu, kita pasti sudah bisa mendapatkan pekerjaan dikota tadi”.
“Tapi kan mereka membutuhkan seorang dokter, dan kita tidak tahu menahu masalah penyakit dan obat-obatan”, sahut Samir.
“Tapi kan mereka juga tidak tahu kalau kita bukan dokter? Pokoknya dikota terakhir nanti kita harus bilang iya (bisa) jika ada orang yang menawarkan pekerjaan”, Mujab bersikukuh.
Tanpa disadari karena Samir terlalu memperhatikan Mujab, tanpa mereka tahu kereta kuda yang mereka naiki hampir menabrak papan penunjuk jalan. Dan “gubrak”. Mereka menabrak papan itu, dan papannya benar-benar rubuh.
“Hei lihat Samir, kamu menabrak papannya”, nada Mujab agak kesal.
“Ya sudah ayo lanjutkan perjalanan ke kota Basrah setelah memberdirikan papannya lagi”.
Akhirnya Mujabpun memberdirikan seperti semula.
“Sudah biar aku yang mengendarai sekarang”, Mujab mengambil alih kemudi.
Dan merekapun melanjutkan perjalanan ke kota Basrah. Tetapi tanpa mereka sadari, ternyata papan jalan yang mereka pasang terbalik. Sehingga 2 orang petugas hukum yang akan menuju kota Basrah salah arah.
Mujab dan Samirpun tiba di Kota Basrah. Setiba mereka, ada beberapa kawanan perampok yang sedang merampok bank kota. Karena ketidakberdayaan warga, mereka hanya dibiarkan mengambil uang simpanan.
“Mana petugas hukum yang dijanjikan sang Raja???”, teriak pemilik bank tersebut.
Seorang anak kecil yang melihat Mujab dan Samir tiba-tiba bertanya pada keduanya.
“Andakah petugas hukum yang diutus sang Raja ke kota kami?”
“Emh.. bukan... ya...”, jawab Samir ragu-ragu.
“Sudah iyakan saja, demi pekerjaan kita”, bisik Mujab.
“Iya kami petugas hukum yang diutus sang Raja”, Samir menjadi pasti.
“Sebentar saya panggilkan pak Walikota”, ucap anak kecil tersebut sambil berlari menuju tempat walikota.
Dan tibalah walikota di tempat Mujab dan Samir berada.
“Silakan... silakan.. Selamat datang di kota kami. Ya sudah kalo begitu, kalian mau digaji berapa? 500 keping uang emas tiap bulan?”, sambut walikot dan tanpa basa-basi.
“500???”, ucap Mujab heran karena besarnya.
“emh, baiklah, kalian akan kami gaji 1000 keping uang emas. Na mari singgah di tempat saya terlebih dahulu.”
Maka merekapun beristirahat dulu di tempat walikota. Dan pada malam hari itu, diadakan pesta penyambutan untuk keduanya. Makan mewah dan banyak hiburan.
Dan fajarpun tiba.
“Permisi wahai petugas hukum, sudah saatnya”, teriak salah satu penduduk yang memanggil mereka berdua yang sedang tidur ditempat yang sudah disediakan untuk mereka.
“Sudah saatnya untuk apa???”, tanya Samir bingung.
“Sudah, ayo kita ikuti saja kehendak mereka. Biar mereka tidak curiga.”
Dan merekapun mengikuti warga  yang membawa mereka ke suatu tempat. Di tengah gurun pasir dan diatas bukit yang dibangun gedung seperti altar pemujaan bangsa Mesir. Dan ternyata disitulah kawanan perampok itu bersembunyi.
Dan dengan tiba-tiba, walikota berteriak, “wahai kalian para perampok kota, sudah saatnya kalian ditangkap. Bersiaplah.”
Mendengar hal itu, pemimpin perampok tersebut mendekati mereka dan berkata dengan nada menyindir, “Ditangkap??? Siapa yang akan menangkap kami?”
Serentak warga menunjuk ke arah Mujab dan Samir. Lantas, pemimpin perampok menghampiri Mujab dan Samir, “Jadi kalian petugas hukum yang baru untuk kota ini?”
Dan memang dasar penakut dan tidak pandai berkelahi, Mujab dan Samirpun kabur tunggang langgang. Yang akhirnya disusul oleh warga.
“ha...ha...ha... bawalah petugas hukum yang mana saja yang kalian suka. Tangkap kami kalo memang berani”, pemimpin perampok itu tertawa senang.
Dan akhirnya karena kegagalan, Mujab dan Samir angkat kaki dari Kota Basrah dengan diiringi tatapan kecewa dan marah para warga.
Sehari berselang, kawanan perampok itu kembali mulai merampok Kota Basrah. Tapi tanpa disangka-sangka, ada beberapa orang yang dengan lincah dan sigapnya melawan mereka. Dan akhirnya semua perampok berhasil dibekukan.
“Wahai saudara, kalian ini siapa?”, tanya walikota Basrah.
“Kami adalah petugas hukum yang diutus sang Raja. Tetapi karena papan jalan tertabrak oleh mereka, dan mereka salah membenarkan, kami jadi tertunda sampai disini”, jawab salah satu dari penyelamat tadi sambil berpaling ke arah Mujab dan Samir.
“Syukurlah akhirnya kalian benar-benar datang. Kami sangat mengharapkan orang seperti kalian di kota ini”.
“Tapi kami harus membawa dan mengadili para perampok ini di kerajaan”.
“Terus siapa yang akan jadi petugas hukum kami?”, walikota bingung.
“Saya rasa sudah ada yang berbakat dan pantas menjadi petugas hukum”.
“Siapa?”, walikota bertanya lagi.
“Mereka berdua”. Sambil menunjuk ke arah Mujab dan Samir.
“Tapi kan kami tidak tahu apa-apa dan kami juga tidak punya keberanian untuk menghadapi perampok seperti itu.”, jawab Samir.
“Keberanian kalian datang ke kota ini sudah cukup membuktikan kalian lebih berani daripada petugas hukum yang sudah-sudah.”, jawab sang walikota sambil tersenyum.
Akhirnya petugas hukum kerajaan kembali ke kerajaan untuk membawa dan mengadili para perampok tersebut. Dan Mujab berserta Samir diterima dengan baik menjadi petugas hukum yang baru oleh warga sekitar. Dan semenjak itu, mereka menjadi benar-benar petugas hukum yang adil dan bijak. Dan karenanya, semenjak itu tidak ada lagi terdengar dan terjadi kasus perampokan maupun tindak kriminal lain.
Semoga bermanfaat.

0 QOSIM DAN SEPATU USANG


Tersebutlah Qosim, seorang saudagar kaya yang sedang menikmati hasil jerih payahnya di masa muda. Namun sayang, sifat Qosim tidak sedermawan yang diharapkan dari seorang saudagar muslim kaya. Pernah suatu saat, ada seorang nenek yang menawarkan dagangan kepadanya di depan rumahnya, bukannya dibantu dengan membelinya, dia malah mengusir nenek itu, “Hei nek, minggir kau. Aku mau masuk rumah”. Dan akhirnya Qosim tetap menjalankan kereta kudanya masuk rumah dan hampir menabrak nenek tersebut.
“Selamat siang dan selamat datang Tuan”, sambut tukang kebun Qosim yang disebut Nazim.
“Siang Nazam”, jawab Qosim. Dia agak sedikit peduli pada tukang kebunnya karena sudah mengabdi 30 tahun.
“Nazim tuan.”, Nazim membenarkan.
“Iya...iya... cerewet. Nazim apa yang masih kau pakai dikakimu itu?”, melihat sepatu kotor dan tercium bau tak sedap.
“Sepatu saya tuan, dia telah menemani saya 30 tahun bekerja disini.”
“Sudah buang saja sana. Kotor begitu dan juga udah sangat usang.”
“Tapi ini sudah menemani saya sejauh ini tuan. Sayang kalau dibuang”.
“Karena udah lama itu, maka sepatu itu perlu dibuang.”
Dan beberapa waktu, Nazim meninggal dunia. Dan dipagi-pagi buta, pintu rumah Qosim diketuk.
“Siapa ya?”, Qosim bertanya.
“Perkenalkan, saya pengacara yang mewakili almarhum Nazim. Beliau meninggalkan warisan untuk Anda”, jawab orang yang mengetuk pintu yang ternyata memang pengacara.
“Warisan? Apakah itu? Uang Emas? Perak?”
“Bukan. Warisan almarhum Nazim untuk Anda adalah ini”, sambil menyodorkan sepatu kotor, usang, dan bau yang biasanya dikenakan oleh Nazim.
“Euh... apa-apan itu? Bawa pergi saja. Buang saja.”, cela Qosim jijik melihat sepatu itu.
“Tidak bisa, ini adalah hak milik Anda. Jadi silakan dijaga dan dirawat.”
Dan akhirya setelah menyerahkan sepatu itu, pengacar tersebut pergi dari rumag Qosim.
“Warisan macam apa ini?”, cela Qosim. Dan dengan ringan tangan, dia melemparkan sepatu itu keluar rumahnya.
Namun naas, sepatu itu mengenai seorang yang sedang berjalan di depan rumahnya. Dan akhirnya perkaranya dibawa ke pengadilan.
“Saudara Qosim, Anda diharuskan membayar denda sebesar 250 keping uang emas untuk biaya pengobatan korban.”, hakim pengadilan memutuskan.
“Apa? 150 keping uang emas?”, Qosim protes.
“Dan tambahan 250 keping uang emas karena berusaha melawan hukum.”
Akhirnya dengan jengkel, Qosim membayar uang denda itu. Dalam perjalan pulang, ada yang berteriak, “Pak Qosim, Pak Qosim. Ada barang Anda yang tertinggal di pengadilan”.
Dan akhirnya sepatu itu kembali ke Qosim. Untuk membuangnya lagi, maka Qosim pergi ke pelabuhan. Disana dia melihat orang memancing dan melewati mereka saja untuk membuang sepatunya. Dan “byur” sepatu itu terbuang kelaut. Tapi naas lagi, ternyata sepatu itu terkait di turbin (mesin) kapal. Sehingga kapal lepas kendali dan menabrak pelabuhan.
“Saudara Qosim, Anda diharuskan membayar denda 500 keping uang emas untuk perbuatan Anda.”, hakim memutuskan.
“Tapi,,?”, belum selesai sudah dipotong oleh hakim.
“Dan menjadi 100 keping karena Anda berusaha melawan keputusan hukum untuk kedua kalinya”.
Dan lagi-lagi dengan jengkel Qosim membayar denda itu. Kebingungan mau dibuang kemana lagi, akhirnya terpikir oleh Qosim, “kenapa tidak aku bakar saja sepatu itu?” Dan akhirnya malam harinya, dia sudah menyiapkan perapian seperti api unggun untuk membakar sepatu itu. Dan nasib memang berkata lain, dalam keadaan sedikit terbakar, ada seekor burung yang mengambil sepatu itu dan membawanya terbang. Karena kesal, Qosim melempari burung itu dengan kayu diperapian itu. Dan “bruk” kayu itu mengenai burung itu. Tetapi tanpa sadar, beberapa kayu yang dilemparnya terlebih dahulu malah tersangkut di rumah. Dan “wush”, api tiba-tiba muncul dari rumahnya.
Kontan dia berlari ke dalam rumah untuk memadamkannya. Tetapi api semakin membesar. tiang-tiang roboh. Kaca jendela pecah. Dalam keadaan panik karena jalan keluar tertutupi pecahan kaca Qosim tidak memakai alas kaki, tiba-tiba dia ingat kalau dtangan kanannya ada sepasang sepatu yang tadi kontan diambilnya saat masuk dalam rumah. Dan tanpa ragu-ragu akhirnya dia memakai itu untuk melarikan diri dari kobaran api.
Dan, hanya dalam hitungan menit, rumah Qosim terlahap api yang ganas itu. Untungnya rumahnya terdaftar di asuransi, sehingga biaya renovasi rumahnya ditanggung pihak asuransi. Dan selesai perbaikan rumah, Qosim melihat menyadari lagi kehadiran sepatu usang dan kotor itu. Dia berniat membuangnya ke tong sampah. Tapi dalam hati,
“Tetapi sepatu pemberian Nazim inilah yang sudah menyelamatkan hidupku, sehingga sudah sepantasnyalah aku tidak membuangnya”.
Dan semenjak saat itu, Qosim memakai sepatu itu kemanapun dia pergi dengan bangganya. Maka sejak saat itu, tersebarlah kisah “QOSIM DAN SEPATU USANG”.
 

Simple Note Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates