Mujab dan Samir telah berkelana menggelandangi gurun dan kota untuk mendapatkan suatu pekerjaan. Namun karena ketidakahlian mereka pada bidang yang sedang dibutuhkan disuatu kota, membuat mereka belum mendapatkan pekerjaan sampai kota terakhir. Dalam perjalanan dari kota tersebut,
Mujab berkata, “Kalau bukan karena kamu, kita pasti sudah bisa mendapatkan pekerjaan dikota tadi”.
“Tapi kan mereka membutuhkan seorang dokter, dan kita tidak tahu menahu masalah penyakit dan obat-obatan”, sahut Samir.
“Tapi kan mereka juga tidak tahu kalau kita bukan dokter? Pokoknya dikota terakhir nanti kita harus bilang iya (bisa) jika ada orang yang menawarkan pekerjaan”, Mujab bersikukuh.
Tanpa disadari karena Samir terlalu memperhatikan Mujab, tanpa mereka tahu kereta kuda yang mereka naiki hampir menabrak papan penunjuk jalan. Dan “gubrak”. Mereka menabrak papan itu, dan papannya benar-benar rubuh.
“Hei lihat Samir, kamu menabrak papannya”, nada Mujab agak kesal.
“Ya sudah ayo lanjutkan perjalanan ke kota Basrah setelah memberdirikan papannya lagi”.
Akhirnya Mujabpun memberdirikan seperti semula.
“Sudah biar aku yang mengendarai sekarang”, Mujab mengambil alih kemudi.
Dan merekapun melanjutkan perjalanan ke kota Basrah. Tetapi tanpa mereka sadari, ternyata papan jalan yang mereka pasang terbalik. Sehingga 2 orang petugas hukum yang akan menuju kota Basrah salah arah.
Mujab dan Samirpun tiba di Kota Basrah. Setiba mereka, ada beberapa kawanan perampok yang sedang merampok bank kota. Karena ketidakberdayaan warga, mereka hanya dibiarkan mengambil uang simpanan.
“Mana petugas hukum yang dijanjikan sang Raja???”, teriak pemilik bank tersebut.
Seorang anak kecil yang melihat Mujab dan Samir tiba-tiba bertanya pada keduanya.
“Andakah petugas hukum yang diutus sang Raja ke kota kami?”
“Emh.. bukan... ya...”, jawab Samir ragu-ragu.
“Sudah iyakan saja, demi pekerjaan kita”, bisik Mujab.
“Iya kami petugas hukum yang diutus sang Raja”, Samir menjadi pasti.
“Sebentar saya panggilkan pak Walikota”, ucap anak kecil tersebut sambil berlari menuju tempat walikota.
Dan tibalah walikota di tempat Mujab dan Samir berada.
“Silakan... silakan.. Selamat datang di kota kami. Ya sudah kalo begitu, kalian mau digaji berapa? 500 keping uang emas tiap bulan?”, sambut walikot dan tanpa basa-basi.
“500???”, ucap Mujab heran karena besarnya.
“emh, baiklah, kalian akan kami gaji 1000 keping uang emas. Na mari singgah di tempat saya terlebih dahulu.”
Maka merekapun beristirahat dulu di tempat walikota. Dan pada malam hari itu, diadakan pesta penyambutan untuk keduanya. Makan mewah dan banyak hiburan.
Dan fajarpun tiba.
“Permisi wahai petugas hukum, sudah saatnya”, teriak salah satu penduduk yang memanggil mereka berdua yang sedang tidur ditempat yang sudah disediakan untuk mereka.
“Sudah saatnya untuk apa???”, tanya Samir bingung.
“Sudah, ayo kita ikuti saja kehendak mereka. Biar mereka tidak curiga.”
Dan merekapun mengikuti warga yang membawa mereka ke suatu tempat. Di tengah gurun pasir dan diatas bukit yang dibangun gedung seperti altar pemujaan bangsa Mesir. Dan ternyata disitulah kawanan perampok itu bersembunyi.
Dan dengan tiba-tiba, walikota berteriak, “wahai kalian para perampok kota, sudah saatnya kalian ditangkap. Bersiaplah.”
Mendengar hal itu, pemimpin perampok tersebut mendekati mereka dan berkata dengan nada menyindir, “Ditangkap??? Siapa yang akan menangkap kami?”
Serentak warga menunjuk ke arah Mujab dan Samir. Lantas, pemimpin perampok menghampiri Mujab dan Samir, “Jadi kalian petugas hukum yang baru untuk kota ini?”
Dan memang dasar penakut dan tidak pandai berkelahi, Mujab dan Samirpun kabur tunggang langgang. Yang akhirnya disusul oleh warga.
“ha...ha...ha... bawalah petugas hukum yang mana saja yang kalian suka. Tangkap kami kalo memang berani”, pemimpin perampok itu tertawa senang.
Dan akhirnya karena kegagalan, Mujab dan Samir angkat kaki dari Kota Basrah dengan diiringi tatapan kecewa dan marah para warga.
Sehari berselang, kawanan perampok itu kembali mulai merampok Kota Basrah. Tapi tanpa disangka-sangka, ada beberapa orang yang dengan lincah dan sigapnya melawan mereka. Dan akhirnya semua perampok berhasil dibekukan.
“Wahai saudara, kalian ini siapa?”, tanya walikota Basrah.
“Kami adalah petugas hukum yang diutus sang Raja. Tetapi karena papan jalan tertabrak oleh mereka, dan mereka salah membenarkan, kami jadi tertunda sampai disini”, jawab salah satu dari penyelamat tadi sambil berpaling ke arah Mujab dan Samir.
“Syukurlah akhirnya kalian benar-benar datang. Kami sangat mengharapkan orang seperti kalian di kota ini”.
“Tapi kami harus membawa dan mengadili para perampok ini di kerajaan”.
“Terus siapa yang akan jadi petugas hukum kami?”, walikota bingung.
“Saya rasa sudah ada yang berbakat dan pantas menjadi petugas hukum”.
“Siapa?”, walikota bertanya lagi.
“Mereka berdua”. Sambil menunjuk ke arah Mujab dan Samir.
“Tapi kan kami tidak tahu apa-apa dan kami juga tidak punya keberanian untuk menghadapi perampok seperti itu.”, jawab Samir.
“Keberanian kalian datang ke kota ini sudah cukup membuktikan kalian lebih berani daripada petugas hukum yang sudah-sudah.”, jawab sang walikota sambil tersenyum.
Akhirnya petugas hukum kerajaan kembali ke kerajaan untuk membawa dan mengadili para perampok tersebut. Dan Mujab berserta Samir diterima dengan baik menjadi petugas hukum yang baru oleh warga sekitar. Dan semenjak itu, mereka menjadi benar-benar petugas hukum yang adil dan bijak. Dan karenanya, semenjak itu tidak ada lagi terdengar dan terjadi kasus perampokan maupun tindak kriminal lain.
Semoga bermanfaat.